MANILA – Belum lama ini, pihak Indonesia menyatakan
siap bernegosiasi demi membebaskan 10 warga negara Indonesia (WNI) yang
disandera militan Abu Sayyaf di Filipina Selatan.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) RI, Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, bahwa perusahaan atau operator kapal WNI yang disandera, akan menyerahkan uang tebusan 50 juta peso (Rp15 miliar).
Pun begitu dengan Menteri Pertahanan (Menhan) RI, Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu pada Kamis, 14 April 2016 lalu, di mana pemerintah RI memprioritaskan negosiasi. Akan tetapi, langkah negosiasi yang rencananya akan diambil pemerintah RI itu, menuai keberatan dari Angkatan Darat (AD) Filipina.
“Angkatan Darat terus mendesak semua pihak menghormati kebijakan pemerintah yang menolak tebusan,” tegas juru bicara AD Filipina, Brigjen Restituto Padilla, sebagaimana dilansir Reuters, Rabu (20/4/2016).
Filipina tak ingin militan Abu Sayyaf, terus mendapat sokongan dana lewat pembayaran tebusan. Saat ini, pihak Filipina mengaku masih melancarkan operasi-operasi pembebasan dengan mengutamakan keselamatan sandera.
“Kami ingin menekan ‘industri’ (penyanderaan) yang terus berkembang. Keselamatan para korban penculikan jadi keutamaan kami sejak awal,” tambahnya.
Selain 10 WNI, disebutkan terdapat beberapa warga asing lainnya masih masih ditawan Abu Sayyaf. Dua di antaranya warga Kanada yang saat ini, juga masih jadi kekhawatiran Duta Besar Kanada untuk Filipina, Neil Reeder.
Dilaporkan, Abu Sayyaf akan memenggal kepala dua warganya jika tebusan 300 juta peso tak dibayarkan pada 25 April 2016 mendatang.
“Kami sangat, sangat khawatir tentang situasi para warga kami. Kami masih berusaha melakukan yang terbaik demi keselamatan dan keamanan mereka. Kami berharap mereka akan selamat dan dilepaskan sesegera mungkin,” timpal Dubes Reeder.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) RI, Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, bahwa perusahaan atau operator kapal WNI yang disandera, akan menyerahkan uang tebusan 50 juta peso (Rp15 miliar).
Pun begitu dengan Menteri Pertahanan (Menhan) RI, Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu pada Kamis, 14 April 2016 lalu, di mana pemerintah RI memprioritaskan negosiasi. Akan tetapi, langkah negosiasi yang rencananya akan diambil pemerintah RI itu, menuai keberatan dari Angkatan Darat (AD) Filipina.
“Angkatan Darat terus mendesak semua pihak menghormati kebijakan pemerintah yang menolak tebusan,” tegas juru bicara AD Filipina, Brigjen Restituto Padilla, sebagaimana dilansir Reuters, Rabu (20/4/2016).
Filipina tak ingin militan Abu Sayyaf, terus mendapat sokongan dana lewat pembayaran tebusan. Saat ini, pihak Filipina mengaku masih melancarkan operasi-operasi pembebasan dengan mengutamakan keselamatan sandera.
“Kami ingin menekan ‘industri’ (penyanderaan) yang terus berkembang. Keselamatan para korban penculikan jadi keutamaan kami sejak awal,” tambahnya.
Selain 10 WNI, disebutkan terdapat beberapa warga asing lainnya masih masih ditawan Abu Sayyaf. Dua di antaranya warga Kanada yang saat ini, juga masih jadi kekhawatiran Duta Besar Kanada untuk Filipina, Neil Reeder.
Dilaporkan, Abu Sayyaf akan memenggal kepala dua warganya jika tebusan 300 juta peso tak dibayarkan pada 25 April 2016 mendatang.
“Kami sangat, sangat khawatir tentang situasi para warga kami. Kami masih berusaha melakukan yang terbaik demi keselamatan dan keamanan mereka. Kami berharap mereka akan selamat dan dilepaskan sesegera mungkin,” timpal Dubes Reeder.