Kasus kawin anak masih banyak dijumpai di Sumatera Selatan
berdasarkan hasil penelitian Women Krisis Center, sebuah organisasi
penggiat antikekerasan terhadap perempuan di sejumlah desa Kabupaten
Ogan Komering Ilir.
Ketua WCC Sumsel Roslaini Izzi mengatakan kondisi sangat memprihatinkan itu salah satunya terjadi di Desa Berkat, OKI.
"Masih banyak dijumpai anak-anak yang dikawinkan pada usia sangat muda antara 13 tahun hingga 17 tahun. Alasan orang tua sangat sederhana karena sudah ada yang mau dan anaknya juga bersedia," beber Roslaini, Kamis (21/4).
Menurutnya pengaruh budaya sangat melatari munculnya kawin usia dini ini. Anak perempuan yang telah berusia 17 tahun tapi belum menikah dianggap sebagai perawan tua.
Sayangnya, lantaran budaya yang sudah berakar itu, perempuan yang tergolong masih anak-anak ini juga terkadang tidak menolak dinikahkan karena merasa sudah bisa memasak dan mengurus anak.
"Saya melihat orang tua menikahkan anak bukan semata-mata karena tekanan ekonomi. Tapi hampir sebagian besar karena budaya, yakni bagaimana stigma yang terbentuk di dalam masyarakat bahwa perempuan itu urusannya cuma di dapur, mengurus anak dan suami," paparnya.
Untuk itu, aktivis perempuan ini berharap segenap komponen bangsa memperjuangkan hak-hak perempuan dalam mendapatkan kehidupan yang lebih baik seperti halnya kaum laki-laki.
Kawin anak ini harus ditentang karena bukan hanya membuat perempuan rentan mendapatkan diskriminasi dalam keluarga. Namun juga terancam mengalami gangguan alat reproduksi, karena organ yang ada belum tumbuh secara sempurna untuk melahirkan.
"Kodrat perempuan itu hanya melahirkan dan menyusui, selebihnya itu disebut peran. Dan untuk peran seperti memasak, mengurus anak, dan lainnya, sejatinya dapat juga dilakukan oleh laki-laki atau dikenal dengan istilah berbagi peran di dalam rumah tangga," tukas Roslaini dilansir dari Antara.
Ketua WCC Sumsel Roslaini Izzi mengatakan kondisi sangat memprihatinkan itu salah satunya terjadi di Desa Berkat, OKI.
"Masih banyak dijumpai anak-anak yang dikawinkan pada usia sangat muda antara 13 tahun hingga 17 tahun. Alasan orang tua sangat sederhana karena sudah ada yang mau dan anaknya juga bersedia," beber Roslaini, Kamis (21/4).
Menurutnya pengaruh budaya sangat melatari munculnya kawin usia dini ini. Anak perempuan yang telah berusia 17 tahun tapi belum menikah dianggap sebagai perawan tua.
Sayangnya, lantaran budaya yang sudah berakar itu, perempuan yang tergolong masih anak-anak ini juga terkadang tidak menolak dinikahkan karena merasa sudah bisa memasak dan mengurus anak.
"Saya melihat orang tua menikahkan anak bukan semata-mata karena tekanan ekonomi. Tapi hampir sebagian besar karena budaya, yakni bagaimana stigma yang terbentuk di dalam masyarakat bahwa perempuan itu urusannya cuma di dapur, mengurus anak dan suami," paparnya.
Untuk itu, aktivis perempuan ini berharap segenap komponen bangsa memperjuangkan hak-hak perempuan dalam mendapatkan kehidupan yang lebih baik seperti halnya kaum laki-laki.
Kawin anak ini harus ditentang karena bukan hanya membuat perempuan rentan mendapatkan diskriminasi dalam keluarga. Namun juga terancam mengalami gangguan alat reproduksi, karena organ yang ada belum tumbuh secara sempurna untuk melahirkan.
"Kodrat perempuan itu hanya melahirkan dan menyusui, selebihnya itu disebut peran. Dan untuk peran seperti memasak, mengurus anak, dan lainnya, sejatinya dapat juga dilakukan oleh laki-laki atau dikenal dengan istilah berbagi peran di dalam rumah tangga," tukas Roslaini dilansir dari Antara.