Menurutnya, alasan pertama, ialah Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly memberi input tentang pasal tersebut ke Jokowi sebagai langkah 'cari muka'. Mengingat, kementerian yang dipimpinnya selama ini menuai banyak kontroversi dan sorotan publik.
"Kalau itu ada maka bisa katakan 'cari muka'. Dengan pasal itu, popularitas Jokowi atau hinaan ke Jokowi bisa musnah dan kinerjanya dianggap bagus," kata Agung kepada Okezone, di Jakarta, Jumat (7/8/2015).
Kemungkinan kedua, lanjut Agung, usulan tersebut datang langsung dari Jokowi yang khawatir popularitasnya terus merosot.
"Jika ini benar, maka ketahui bahwa pemimpin harus bersabar. Semakin dia dihina maka popularitas semakin tinggi, hinaan itu akan menambah simpati orang ke Jokowi," tegasnya.
Agung menyarankan agar mantan Gubernur DKI Jakarta itu lebih berlapang dada dalam menerima kritikan sebagai bagian dari koreksi bagi pemerintahan.
"Kalau kritik maka terima dengan lapang dada. Kalau kemudian kritik menghina, terimalah itu dengan kelapangan, sebagai alat koreksi. Kalau fitnah atau ancaman dan sara. Itukan sudah diatur di pasl pidana (KUHP)," tandasnya.
(put)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar