VIVAnews - Peneliti fisiologi pembuluh darah dari Maastricht University telah sukses mengembangkan daging yang dibuat menggunakan teknik rekayasa jaringan atau disebut cultured meat.
Kesuksesan pembuatan daging yang dikembangkan dalam pipa atau wadah khusus itu bisa menjadi solusi berbagai masalah kesehatan manusia maupun hewan.
Dilansir The Age, Selasa 6 Agustus 2913, pemimpin eksperimen daging khusus itu, Professor Mark Post, mengatakan demonstrasi cultured meat bahkan bisa membuktikan ketahanan daging yang diklaim dapat bertahan dalam waktu 10 hingga 20 tahun.
Disebutkan penciptaan daging membutuhkan waktu 3 bulan dalam laboratorium. Peneliti memanfaatkan sel inti yang diambil dari tubuh sapi, kemudian sel tersebut ditempatkan dalam wadah yang menghasilkan helai kecil daging. Untuk menghasilkan sehelai daging burger, diperlukan 20.000 helai daging dari sel tersebut.
Dailymail melansir, setelah saat dalam wadah, sel inti dikembangkan dalam kaldu nutrisi, yang memungkinkan sel bisa berkembang biak 30 kali lipat.
Selanjutnya sel inti digabungkan dengan kolagen atau protein elastis dan melekat pada sebuah titik dalam wadah rekayasa. Dalam wadah itu, sel mengorganisir diri menjadi potongan otot daging.
Agar semakin berkembang, peneliti memberi stimulasi listrik sehingga jadi irisan atau helai daging sapi.
The Age melaporkan proyek penciptakan daging dalam sebuah pipa itu menghabiskan dana US$373.000 setara Rp3,8 miliar yang berasal dari kocek pendiri mesin pencari Google, Sergey Brin.
Nah sejauh mana rasa daging ini dilidah?. Daging yang direkayasa itu memang sudah dicicipi oleh relawan penikmat kuliner dan ahli makanan.
"Ada beberapa rasa yang kuat. Ini mirip daging, dan ini bukan daging yang banyak airnya. Tapi kekentalannya sempurna," ujar Hanni Rtzler, ahli makanan setelah mencicipi daging.
Namun demikian para relawan yang mencicipi daging itu juga mencatat sebuah kekurangan, yaitu kondisi lemak yang kurang menurut mereka membuat rasa daging sedikit asing dan lemah.
Professor Post menambahkah daging rekayasa itu memang tidak memiliki sel lemak yang biasanya menyumbangkan banyak air dan rasa daging. Namun demikian Post berharap ke depan bisa mengembangkan daging yang benar identik dengan daging dari hasil ternak.
Berdasarkan studi dari Universitas Oxford pada 2011 silam, disebutkan manfaat lain dari pengembangan rekayasa daging itu yakni mengurangi penggunaan energi, lahan, air serta meminimalisasi emisi gas rumah kaca sepanjang dalam produksi daging.
"Produksi daging ternak menyumbang 18 persen emisi gas rumah kaca global, berkontribusi 27 persen dari penggunaan air global, dan 33 persen dari pemanfaatan lahan global," jelas Dr Hanna Tuomisto, penulis studi Oxford itu.
Sedangkan Sergey Brin angkat bicara soal proyek rekayasa itu. Temuan tersebut bisa menjadi bahan antisipasi problem di masa mendatang.
"Ada yang bisa terjadi. Salah satunya kita semua menjadi vegetarian. saya pikir itu sangat mungkin. yang kedua, kita mengabaikan isu yang mengarah pada berlanjutnya kerusakan lingkungan. Dan terakhir kita melakukan sesuatu yang baru," jelas Brin.
Kesuksesan pembuatan daging yang dikembangkan dalam pipa atau wadah khusus itu bisa menjadi solusi berbagai masalah kesehatan manusia maupun hewan.
Dilansir The Age, Selasa 6 Agustus 2913, pemimpin eksperimen daging khusus itu, Professor Mark Post, mengatakan demonstrasi cultured meat bahkan bisa membuktikan ketahanan daging yang diklaim dapat bertahan dalam waktu 10 hingga 20 tahun.
Disebutkan penciptaan daging membutuhkan waktu 3 bulan dalam laboratorium. Peneliti memanfaatkan sel inti yang diambil dari tubuh sapi, kemudian sel tersebut ditempatkan dalam wadah yang menghasilkan helai kecil daging. Untuk menghasilkan sehelai daging burger, diperlukan 20.000 helai daging dari sel tersebut.
Dailymail melansir, setelah saat dalam wadah, sel inti dikembangkan dalam kaldu nutrisi, yang memungkinkan sel bisa berkembang biak 30 kali lipat.
Selanjutnya sel inti digabungkan dengan kolagen atau protein elastis dan melekat pada sebuah titik dalam wadah rekayasa. Dalam wadah itu, sel mengorganisir diri menjadi potongan otot daging.
Agar semakin berkembang, peneliti memberi stimulasi listrik sehingga jadi irisan atau helai daging sapi.
The Age melaporkan proyek penciptakan daging dalam sebuah pipa itu menghabiskan dana US$373.000 setara Rp3,8 miliar yang berasal dari kocek pendiri mesin pencari Google, Sergey Brin.
Nah sejauh mana rasa daging ini dilidah?. Daging yang direkayasa itu memang sudah dicicipi oleh relawan penikmat kuliner dan ahli makanan.
"Ada beberapa rasa yang kuat. Ini mirip daging, dan ini bukan daging yang banyak airnya. Tapi kekentalannya sempurna," ujar Hanni Rtzler, ahli makanan setelah mencicipi daging.
Namun demikian para relawan yang mencicipi daging itu juga mencatat sebuah kekurangan, yaitu kondisi lemak yang kurang menurut mereka membuat rasa daging sedikit asing dan lemah.
Professor Post menambahkah daging rekayasa itu memang tidak memiliki sel lemak yang biasanya menyumbangkan banyak air dan rasa daging. Namun demikian Post berharap ke depan bisa mengembangkan daging yang benar identik dengan daging dari hasil ternak.
Berdasarkan studi dari Universitas Oxford pada 2011 silam, disebutkan manfaat lain dari pengembangan rekayasa daging itu yakni mengurangi penggunaan energi, lahan, air serta meminimalisasi emisi gas rumah kaca sepanjang dalam produksi daging.
"Produksi daging ternak menyumbang 18 persen emisi gas rumah kaca global, berkontribusi 27 persen dari penggunaan air global, dan 33 persen dari pemanfaatan lahan global," jelas Dr Hanna Tuomisto, penulis studi Oxford itu.
Sedangkan Sergey Brin angkat bicara soal proyek rekayasa itu. Temuan tersebut bisa menjadi bahan antisipasi problem di masa mendatang.
"Ada yang bisa terjadi. Salah satunya kita semua menjadi vegetarian. saya pikir itu sangat mungkin. yang kedua, kita mengabaikan isu yang mengarah pada berlanjutnya kerusakan lingkungan. Dan terakhir kita melakukan sesuatu yang baru," jelas Brin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar